Dinsdag 14 Mei 2013
Tinoor mata air HULU TAMBULENAS
Di suatu lembah dataran tinggi yang di apit oleh tiga gunung yaitu gunung Lokon, Tatawiran dan Kasehe. Konon di sana berdiam satu keluarga yang menjadi legenda orang Minahasa yaitu keluarga Toar - Lumimuut.
Di lembah inilah Toar dan Lumimuut membangun keluarga dan mendapat keturunan lima orang anak, dua orang laki - laki masing - masing di beri nama :
MUNTU UNTU dan SOPUTAN, serta tiga orang perempuan masing - masing di beri nama : RUMINTUUNAN, PARIWUAN dan LILIUNKANBENE (LINKANBENE).
Setelah anak - anak dari TOAR - LUMIMUUT menjadi dewasa maka mereka pun membentuk keluarga di mana MUNTU UNTU mengambil RUMINTUUNAN sebagai istrinya dan SOPUTAN mengambil PARIWUAN sebagai istrinya pula. Maka tinggalah LINKANBENE sendiri bersama orang tuanya.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari - hari, keluarga TOAR - LUMIMUUT sudah mengetahui perlunya garam sehingga secara rutin mereka ke pantai laut untuk mengambil garam yang disebut "mangasin". Namun, setelah MUNTU UNTU dan SOPUTAN membentuk keluarga maka LINKANBENE-lah yang di panggil oleh TOAR untuk menjadi teman mengambil garam.
Pada suatu waktu, TOAR dan LINKANBENE pergi mangambil garam. Dalam perjalan ke pantai bagian utara disebuah lembah lerang gunung Empung, mereka menjumpai sebuah telaga kecil yang setelah di amati ternyata telaga kecil itu merupakan sumber mata air. Telaga kecil itu berukuran ±10 m dengan kedalaman ± 1m. Airnya sangat sejuk dan bersih di lindungi pepohonan yang rindang. Oleh sebab itulah LINKANBENE memberi nama telaga kecil itu dengan "TAMBULE'NAS" yang artinya Telaga Bersih. Selanjutnya, setiap kali pulang mangasin, mereka beristirahat dan mandi di telaga kecil itu yang di kenal dengan mata air Tambulenas. Kemudian hari mata air hulu Tambule'nas inilah yang menjadi pokok ceritera adanya kampung TINOOR.
________________________________________
LINKANBENE DI PINANG
Setiap kali Toar dan Linkanbene tiba di pantai untuk membuat garam, mereka berkemah untuk beberapa hari lamanya. Pantai itu sekarang di kenal dengan pantai Malalayang.
Disuatu hari di waktu mereka sedang membuat garam, di pantai sebelah Timur yang sekarang di kenal dengan pantai pelabuhan Manado sedang berlabuh kapal asing. Hal ini tidak di ketahui oleh mereka. Kapal asing itu sedang membawa para ahli ke lautan yang sedang melakukan penelitian dan penyelidikan tentang laut dan pulau - pulau. Pada waktu mereka mendarat mereka melihat ada asap di pantai sebelah barat.
Pemimpin mereka berpesan, bilamana di tempat itu ada orang mereka jangan menampakkan diri. Ternyata ditempat di mana asap itu terlihat kedua orang asing itu melihat ada dua orang yang sedang bekerja, yang seorang laki - laki tua sedangkan yang seorang perempuan masih muda dan cantik. Setelah mereka merasa cukup dalam pengintaian, mereka langsung kembali lalu melaporkan kepada pemimpin mereka apa yang mereka lihat dan saksikan dalam pengintaian mereka.
Setelah itu orang - orang asing itu berlayar kembali melanjutkan penelitian dan penyelidikan di laut. Sedangkan Toar dan Linkanbene tidak mengetahui apa yang terjadi di sekitar mereka. Setelah selesai membuat garam, mereka pulang dan untuk beberapa waktu lagi baru mereka kembali di pantai.
Selang beberapa hari kemudian kapal asing itu kembali berlabuh di tempat mereka berlabuh waktu lalu. Bertepatan waktu itu pula Toar dan Linkanbene sedang membuat garam. Kembali orang - orang asing itu melihat asap di tempat lalu. Oleh pemimpin merka kembali memerintahkan kedua anak buahnya yang pernah melaksanakan pengintaian untuk pergi mengintai sumber asap itu apakah ada orang yang membuat api adalah orang - orang yang mereka lihat dahulu.
Pemimpin mereka berpesan, kalau sekiranya orang di tempat itu adalah orang yang mereka lihat dahulu, maka mereka harus mengawasinya dengan tidak menampakkan diri dan bilamana orang yang di awasi itu pulang mereka harus mengikutinya dari belakang. Dan bila telah sampai ke tempat tinggal mereka barulah bolh menampakkan diri. Setelah itu barulah kamu menyampaikan maksudnya. Demikianlah kedua utusan itu melaksanakan perintah pemimpin mereka. Ternyata sesampainya mereka di tempat sumber asap itu mereka melihat kalau orang yang mereka lihat adalah orang yang dahulu mereka lihat yaitu Toar dan Linkanbene. Mereka langsung bersembunyi sambil mengawasinya.
Setelah Toar dan Linkanbene selesai membuat garam maka mereka langsung kembali pulang. Melihat orang yang di awasi telah kembali pulang maka kedua pengintai itu langsung mengikuti mereka dari belakang secara diam - diam sampai ke tempat kediaman Toar dan keluarganya.
Setelah tiba barulah kedua orang asing itu menampakkan diri mereka dan menyapa kepada keluarga Toar - Lumimuut. Begitu terkejut dan takutnya keluarga Toar - Lumimuut mendengar sapaan itu karena mereka tidak menyangka kalau yang menyapa mereka adalah orang - orang asing apalagi berkulit putih. Sebaliknya orang - orang asing itu menunjukkan sikap dan perangai yang baik, tenang dan bersahabat sehingga pada akhirnya mereka dapat menerima kehadiran orang - orang asing itu. Setelah suasana kekeluargaan tercipta maka dengan memakai bahasa isyarat orang - orang asing itupun menyampaikan maksud mereka yaitu untuk menyampaikan pesan dan maksud pemimpin mereka bahwa pemimpin mereka mau meminang anak gadis cantik mereka untuk dijadikan istri. Sungguh pun hanya berkomunikasi dengan bahasa isyarat namun telah tercipta suatu pengertian bersama yang mendalam. Karena keluarga Toar - Lumimuut dapat menerima dengan baik maksud orang - orang asing itu.
Setelah ada penyesuaian dan kesepakatan bersama maka orang - orang asing itupun memohon permisi untuk kembali. Dan sesampainya mereaka ditempat kapal berlabuh, mereka langsung melaporkan kepada pemimpin mereka untuk menjadikan anak gadis cantik itu isterinya sudah di sampaikan dan baginya lamaran peminangan itu di terima oleh keluarga anak gadis cantik itu. Dengan menerima laporan bahwa pinangannya di terima, maka pemimpin orang- orang asing itu memerintahkan anak buahnya untuk berlayar kembali bukan untuk melanjutkan penelitinan dan penyelidikan tetapi berlayar kembali pulang ke negeri mereka. Menurut ceretera orang - orang tua bahwa orang asing itu berasal dari bangsa Italia.
Selang beberapa bulan kemudian orang - orang asing ini kembali lagi. Kedatangan mereka untuk menindak lanjuti kesepakatan yang telah tercipta. Maka datanglah pemimpin dan kedua orang asing itu ke tempat kediaman keluarga Toar - Lumimuut. Begitu mereka sampai dan disambut oleh keluarga Toar - Lumimuut dengan baik, maka secara resmi pemimpin orang asing itu meminang Linkenbene untuk menjadi isterinya. Pemimpin orang asing itu memperkenalkan diri dengan bernama : ARUMZ CRITO. Maka atas persetujuan kedua belah pihak pemimpin orang asing itu dapat tinggal bersama keluarga Toar - Lumimuut dan mulai saat itu ARUMZ CRITO dan LINKANBENE hidup sebagai suami isteri.
Untuk di ketahui bahwa makanan mereka sehari - hari adalah buah kayu Mahwatu yang di makan dengan garam.
Pada suatu hari suami Linkanbene mohon izin kepada isterinya untuk pergi ke negerinya untuk melihat orang tua dan saudaranya. Sekembalinya dari negerinya Arumz Crito tidak lagi kemana - mana tapi tetap tinggal bersama isterinya Linkanbene sehingga mereka mendapat seorang anak perempuan yang diberi nama : LUMEN LUNA. Yang artinya cantik seperti cahaya bulan purnama. Konon, Kolano Masahiri adalah cece dari Linkanbene.
________________________________________
KOLANO MASAHIRI
Pada tahun 1680 orang - orang yang di sebut orang sumonder mulai mengenal "Mangasin" - membuat garam di pantai. Ada yang ke pantai barat (Amurang), ada pula yang ke pantai utara (Manado). Di masa itu kalau bepergian orang - orang harus berjalan berkelompok. Sebab harus melalui hutan lebat dan banyak rintangan yang dapat menghalangi perjalanan. Dalam perjalanan mereka harus membawa bekal disamping senjata yang berupa "Pisou lambot" ( parang panjang) bersama Wengkou (Tombak).
Di antara orang - orang yang berjalan menuju utara (pantai manado) ada dua orang laki - laki yang selalu berjalan bersama dengan membawa bekal masing - masing dam membawa alat senjata berupa "Sondang" (parang pendek) dan di sertai dengan "Simbel / woka" (payung) yang di jepit di dalam ketiak.
Semua orang yang menuju pantai utara (manado) maupun yang ke selatan hanya dapat melalui satu jalan dengan melewati kampong Lota. Di kampung ini berkependudukan kepemerintahan yang kepala kepemerintahan di sebut "Kolano". Adalah Kolano waktu itu bernama Kolano Masahiri. Rumahnya besar dan tinggi melintang selebar jalan. Dengan demikian kolong rumah menjadi pintu gerbang di mana semua orang harus melewatinya. Di situ ada orang jaga atau pengawal, sedangkan dari atas rumah Kolano Masahiri mengawasi orang - orang yang lalu lalang sambil menilai yang lewat. Yang sangat mengherankan Kolano Masahiri adalah kedua laki - laki yang selalu bberjlan bersama dan terpisah jauh dari kelompok - kelompok besar serta hanya membawa sondang dan simbel.
Sehingga dalam pikirannya mengapa kalau yang lain berjalan berkelompok sedangkan dua orang ini hanya berjalan berdua saja. Dan ternyata bukan baru sekali dua saja ia melihatnya tapi sudah seringkali dan kelihatannya mereka tidak takut.
________________________________________
WILAYAH KEKUASAAN KOLANO MASAHIRI DI ANCAM BAHAYA
Pada suatu hari Kolano Masahiri di datangi oleh empat orang pesuruh dari empat penjuru musuh - musuhnya di mana keempat pesuruh itu itu menyampaikan bahwa ke empat musuh - musuhnya mau menyerang wilayah kekuasaannya. Setelah Kolano Masahiri mendengar penyampaian itu maka ia merasa takut dan kecewa. Pada saat itu Kolano Masahiri teringat kepada kedua laki - laki yang sering dilihatnya lewat di rumahnya. Pikirnya tentunya kedua orang itu bukan orang sembarangan. Lalu Kolano Masahiri memerintahkan kepada pengawal yang berada di kolong rumahnya : "Kalau kedua orang laki - laki yang sering lewat di sini tiba mereka harus di tahan dan suruh mereka menghadap saya". Beberapa hari kemudian kelompok - kelompok orang mangasin tiba. Mereka di tahan oleh pengawal - pengawal serarya menanyakan kalau - kalau mereka mengetahui keberadaan kedua laki - laki yang selalu berjalan di belakang. Mereka menjawab kalau kedua orang itu masih di belakang, mungkin besok atau lusa mereka akan tiba. Mendengar jawaban itu maka para pengawal meningkatkan kesiagaan mereka sebab mereka takut jangan sampai mereka tidak melihat mereka bila mereka tiba.
Beberapa hari kemudian pengawal - pengawal melihat dari kejauhan kedatangan kedua orang laki - laki itu. Mereka memastikan bahwa orang yang mereka lihat itu aalah kedua orang laki - laki yang di maksud. Dan benar, bahwa setelah kedua orang laki - laki itu tiba mereka langsung di tahan oleh para pengawal lalu menyuruh mereka menghadap Kolano Masahiri. Mereka cemas dan takut karena mereka tidak tahu apa kesalahan mereka. Setelah mereka berhadapan dengan Kolano Masahiri, maka Kolano Masahiri langsung bertanya kepada mereka : siapa nama mereka, mau ke mana dan maksud apa, di mana langsung di jawab ; bahwa, mereka berdua adalah baku ipar; saya bernama Lumincewas dan ini bernama Rantung. Kami berasal dari Tolok mau ke pantai untuk mangasin.
Selesai perkenalan maka terjadilah percakapan yang akrab penuh rasa kekeluargaan sehingga kecemasan dan ketakutan mereka hilang. Setelah itu Kolano Masahiri menceritakan maksudnya kepada mereka bahwa ada ancaman dari ke empat penjuru di mana telah datang empat pesuruh dari ke empat penjuru musuh - musuhnya dengan memberitahukan bahwa mereka akan menyerang wilayah kekuasaannya dari ke empat penjuru. Oleh sebab itu Kolano Masahiri mau minta tolong sekalipun baru saja berkenalan. Maka kedua laki - laki itu menjawab nanti kalau kami kembali dari mangasin kami akan singgah lagi di sini.
________________________________________
KEAJAIBAN MEMBAWA PERDAMAIAN
Setelah Lumincewas dan Rantung mengetahui maksud Kolano Masaahiri menahan mereaka, maka mereka mohon diri untuk melanjutkan perjalanan. Setelah selesai mangasin mereka pulang dan singgah di rumah Kolano Masahir. Mereka menghadap Kolano Masahiri dengan memohon agar Kolano masahiri dapat menyediakan 30 orang laki - laki yang terpilih kuat dan berani. Namun, kami kau pulang dulu ke kampong (Tolok) tapi kami akan kembali dalam waktu singkat.
Beberapa hari kemudian keempat pesuruh muncul lagi dan memberitahukan tentang waktu akan di mulainya penyerangan. Menerima berita itu Kolano Masahiri sangat takut dan kecewa apalagi kedua orang yang mau menolongnya yaitu Lumincewas dan Rantung belum juga datang. Lalu Kolano Masahiri perintahkan kepada pengawal agar bila orang - orang yang mangasin hendak pulang ke kampungnya, sampaikan pesanan untuk Lumincewas dan Rantung agar segera datang.
Setelah pesanan itu di terima oleh Lumincewas dan Rantung, maka mereka berdua langsung berangkat. Setibanya di Lota mereka melihat bahwa permintaan mereka sudah siap yaitu 30 orang laki - laki terpilih berani dan kuat lengkap dengan peralatan perangnya. Setelah selesai melapor kepada Kolano Masahiri, maka Lumincewas dan Rantung langsung memanggil ke-30 orang yang sudah siap itu menuju ke tempat tertentu. Mereka menuju ke empat penjuru dari kekuasaan Kolano Masahiri. Di setiap penjuru di tempatkan orang, maka mereka kembali ke rumah kediaman Kolano Masahiri.
Pada keesokan harinya sementara menanti apa yang akan terjadi, mereka melihat orang - orang yang di tempatkan di keempat penjuru itu secara bersamaan tiba di rumah Kolano Masahiri denga wajah tersenyum dan gembira. Kemudian secara bersama pula mereka melaporkan apa yang mereka saksikan. Mereka menceritakan bahwa pada mulanya mereka sangat ketakutan melihat musuh yang sangat banyak itu lengkap dengan peralatan perangnya.
Namun, keajaiban terjadi karena semua musuh yang datang itu tidak bisa melewati batas wilayah Kolano Masahiri. Mereka hanya dapat berbuat lalu lalang, mondar mandir di luar batas sampai akhirnya mereka kembali ke tempatnya masing - masing dengan tanpa berbuat apa - apa. Dengan demikian selamatlah wilayah kekuasaan Kolano Masahiri. Hal ini dapat terjadi karena semua penjuru kekuasaan Kolano Masahiri telah ditanami oleh Lumincewas dan Rantung dengan pohon "Tu'is". Pohon tu'is dapatahkan ( di peku).
Dengan kejadian itu maka dalam tempo yang singkat ke empat kepala suku yang mau menyerang wilayah kekuasaan dari Kolano Masahiri datang menemui Kolano Mashiri untuk mengadakan perdamaian. Dengan terciptanya perdamaian itu maka Lumincewas dan Rantung mohon diri kepada Kolano Masahiri untuk pulang ke kampong mereka yaitu Tolok.
________________________________________
KAMPUNG TINOOR BERDIRI (KAMPUNG LAMA)
Hari - hari berikutnya Lumincewas dan Rantung melaksanakan pekerjaan mereka termasuk pula pergi mangasin. Pada suatu hari, waktu mereka lewat di rumahnya Kolano Masahiri, mereka di panggil oleh Kolano Masahiri. Mereka di bujuk untuk menjadi penjaga pintu gerbang - orang tua - tua dulu mengenalnya dengan "Pintu Besi". Ini di sebabkan karena seringkali orang Mangindanou datang merampok di wilayah kekuasaan Kolano Masahiri.
Permintaan ini di terima oleh Lumincewas dan Rantung dengan syarata bahwa pada hari - hari tertentu mereka harus pulang ke kampong untuk melihat keluarga. Selanjutnya, dari hari ke hari lama - lama Lumincewas dan Rantung tinggal sesekali saja datang ke Lota. Hal ini lama - lama di ketahui oleh Kolano Masahiri sehingga Kolano Masahiri kembali membujuk mereka dengan suatu tugas baru yaitu untuk menjaga mata air tempat mandinya Kolano Masahiri. Karena Kolano Masahiri tidak mau mandi di air yang sudah jauh mengalir. Lumincewas dan Rantung kembali menerima tugas itu. Dan mata air yang harus mereka jaga itu adalah mata air hulu Tambulenas. Namun, Lumincewas dan Rantung merasa sangat kesepian karena di waktu itu mata air hulu Tambulenas masih berupa hutan lebat. Oleh sebab itulah maka pada suatu hari Lumincewas menyuruh Rantung untuk memanggil orang - orang di selatan sedangkan Lumincewas sendiri akan pergi menghadap Kolano Masahiri.
Lumincewas minta izin kepada Kolano Masahiri untuk menambah orang yang akan menjadi teman mereka menjaga mata air tersebut. Permintaan ini di kabulkan. Demikianlah dengan waktu yang tidak lama Rantung kembali dengan membawa 15 keluarga dan mulai saat itu mereka tidak merasa kesepian malah sudah menjadi jarang kembali ke kampung. Dengan demikian maka Lumincewas merencanakan untuk mendirikan rumah tempat kediamannya. Setelah hari yang di tetapkan tiba, maka Lumincewas meletakkan batu pertama dengan berkata : " YAKU YA TUMO'ORO IM BALE PAENTO ENTO AN KU AM BIA WO YAKU RAIYO MENGAEKO AN DO'ONGKU". (Saya mau mendirikan rumah tempat kediamanku disini supaya saya tidak lagi kembali ke kampungku). Selesai Lumincewas mendirikan rumah tempat kediamannya, maka ia memanggil Apo Rompas untuk mendirikan batu tumotowa. Di waktu Apo Rompas mendirikan batu tumotowa, ia berkata : "PA PA EN ESA KE SI NUNUWU (TUMANI) IN DO'ONG, ESA KE KAI SI TUMO'OR IM BATU TUMOTOWA PENGAUMUNGAN E TOU". Ada dua peristiwa yang berlaku masing - masing mengandung pengertian mendirikan. Yaitu "tumo'oro im bale' - mendirikan rumah dan "tumo'or im batu tumotowa" - mendirikan batu tempat berkumpul untuk mendengar pengumuman - yang merupakan latar belakang berdirinya Tinoor.
Mulai saat itu pula maka setiap kali orang sudah mau pergi mangasin mereka harus singgah di rumahnya Lumincewas. Demikian juga orang - orang di kampung - kampung tetangga termasuk Apo Supit dari Woloan datang berkunjung untuk menemui Lumincewas.
________________________________________
LUMINCEWAS DI ANGKAT MENJADI ANAK KOLANO MASAHIRI
Pada suatu hari, Lumincewas di panggil oleh Kolano Masahiri untuk di perhadapkan dengan anak satu - satunya yang bernama : MAINALO. Setelah Lumincewas tiba di rumah Kolano Masahiri maka ia langsung di pertemukan dengan Mailano. Setelah Mailano dan Lumincewas sudah saling berhadapan maka Kolano Masahiri berkata : " Hai anakku Mailano, mulai hari ini saya angkat Lumincewas menjadi anakku dan berhubung dia lebih tua darimu maka dia adalah kakakmu !. Mailano sangat gembira dan berkata bahwa mulai saat ini juga saya mempunyai saudara/kakak .
Dengan demikian maka mulai pada saat itu juga Kolano Masahiri menggantikan nama mereka masing - masing, yaitu :
# Lumincewas menjadi PURUK artinya di atas atau di ujung ; yang kemudian menjadi Purukan.
# Mainalo menjadi Parungkuan artinya di sembah yang kemudian menjadi Parengkuan.
# Rantung menjadi PA'KEI artinya kalau di suruh kerja langsung di kerjakannya tanpa ada keberatan ; kemudian menjadi Pangkey.
Selesai dengan penggantian nama maka PURUK mohon izin pulang ke kampungnya untuk melihat keluarganya.
________________________________________
KOLANO MASAHIRI MENINGGAL DUNIA
Sementara Puruk berada di kampungnya Kolano Masahiri jatuh sakit yang semakin hari semakinlemah dan akhirnya meninggak dunia. Maka Parungkuan menyuruh orang memanggil Puruk. Setelah Puruk menerima berita duka itu, ia tidak langsung pergi atpi masih beberpa hari lagi di kampungnya. Demikian pula setelah Puruk kembali tidak juga langsung ke Lota tapi masih singgah di rumahnya beberapa hari lagi.
Setelah beberapa hari di rumahnya maka Puruk terus berangkat ke Lota. Masih dari kejauhan ternyata Parungkuan sudah melihat Puruk datang maka di jemputnyalah Puruk lalu memberitahukan bahwa ayah mereka sudah meninggal dunia. Namun, Puruk kurang percaya lalu ia bertanya di mana ayah mereka. Parungkuan menjawab bahwa ayah mereka sudah 6 hari meninggal dunia.
Setelah Puruk melihat bahwa benar ayah mereka sudah meninggal, maka ia bertanya lagi kepada Parungkuan : Kenapa belum di kubur sedangkan ayah sudah beberapa hari meninggal dunia. Di jawab oleh Parungkuan bahwa persiapan penguburan belum siap. Lalu Puruk bertanya kalau apa saja yang belum siap yang di jawab oleh Parungkuan dengan "sompoi" / Keranjang. Adalah suatu kebiasaan di zaman dahulu bilamana ada orang yang berpangkat tinggi meninggal dunia maka sebelum ada sompoi ia belum dapat di kubur.
Setelah mendengar itu maka Puruk langsung keluar dan pergi mencari apa yang di sebut sompoi. Tidak berapa lama Puruk sudah kembali dengan membawa sompoi itu, maka acara penguburan pun di siapkan, dan kematiannya di beri tanda ke seluruh wilayah kekuasaan Kolano Masahiri sudah meninggal dunia dengan membunyikan alat bunyi - bunyian yang di sebut "sepera".
Setelah tetangga - tetangga dari wilayah kekuasaan Kolano Masahiri mendengar bunyi sapera itu mereka langsung mengetahui kalau Kolano Masahiri sudah meninggal dunia. Dengan demikian maka mereka langsung berdatangan untuk menghormati pemakamannya. Setelah selesai pemakaman, Puruk kembali ke kediamannya yaitu rumah yang didirikannya di tempat yang sekarang di kenal dengan nama Sempalan.
________________________________________
PEMBAGIAN PUSAKA WARISAN
Tidak begitu lama dari kematiannya Masahiri maka Parungkuan memanggil Puruk. Setibanya Puruk di rumahnya Masahiri, Parungkuan langsung menceritakan maksudnya kepada Puruk bahwa mereka akan membagi pusaka warisan peninggalan ayah mereka. Mendengar maksud adiknya Parungkuan itu maka Puruk menyetujuinya tapi yang membaginya adalah adiknya Parungkuan. Dan pembahagian itu sebagai berikut :
Puruk mendapat bahagian di sebelah selatan kampung Lota yang sekarang menjadi wilayah kepolisian kampung Tinoor sedangkan sisanya menjadi bahagiannya Parungkuan.
Selesai pembagian Puruk mohon diri untuk pulang. Lama kelamaan Puruk melihat sudah banyak orang datang dan tinggal di wilayahnya. Maka untuk menjaga ketentraman oleh Puruk mengatur supaya yang berbahasa Tombulu berdiam di daerah selatan sedangkan yang berbahasa Tountemboan di bagian utara. Demikian pula dengan kepemerintahan menjadi dua menurut bahasanya masing - masing.
________________________________________
PA ASUN E SUMONDER
Mata air yang di sebut dengan Pa Asun e Sumonder (tempat timba air orang - orang yang berbahasa Tountemboan) mempunyai keunikan sendiri. Dengan pembagian wilayah maka pada suatu waktu terjadilah kesalahpahaman dikalangan pemuda di mana pemuda Tombulu tidak mengizinkan lagi orang Sumonder (Tountemboan) menimba air di mata air Tambulenas. Oleh sebab itu orang tua - tua Tontemboan di bawah pimpinan Tonaas Puruk dan Pa'kei mengadakan musyawarah bagaimana mereka mencari air karena orang Tontemboan tidak mau mengadakan kerusuhan apalagi berkelahi. Selesai musyawarah maka Tonaas Puruk memanggil beberapa tua- tua untuk bersama - sama dengannya mencari air. Mereka berjalan menjuju ke Timur sekitar 150 meter dari pertigaan dan disana mereka berhenti lalu memohon kepada Opo Wangko Kasuruan kiranya mereka boleh mendapat air bersih. Selesai mereka bermohon maka Tonaas melihat sudah ada tempat yang basah sebagai tanda adanya air. Mereka langsung membersihkan tempat itu dan ternyata air keluar lalu mengalir. Mereka membuat pancuran dan ternyata air yang mengalir sebesar ibu jari orang dewasa. Mulai saat itu maka orang Sumonder mempunyai sumber air bersih malah sampai sekarang mata air itu disebut sabagai "pa asun e sumonder". Keunikan mata air ini adalah di musim kemarau sungguh pun panjang mata air ini tidak prnah kering atau mengecil dan di musim hujan tidak menjadi banyak, tetapi airnya tetap terus menerus seperti besarnya ibu jari orang dewasa.
________________________________________
KAMPUNG TINOOR LAMA DISAHKAN PEMERINTAH
Pada tahu 1775 kampung Tinoor lama di sahkan oleh pemerintah Hindia Belanda dengan satu pemerintahan dan satu Hukum Tua saja.
Tahun 1780 Puruk dan Pa'kei pergi ke selatan memanggil orang di sana dan yang datang sebanyak 75 kepala keluarga ; kemudian pada tahun 1783 dotu Palar datang dengan membawa 70 kepala keluarga.
________________________________________
DI LANDA BENCANA
Dalam ketenangan tiba - tiba bumi bergetar karena letusan gunung Lokon pada tahun 1841. Ketakutan menguasai seluruh rakyat sehingga mereka terpaksa harus menyelamatkan diri. Ada yang mengungsi sampai ke Mokupa bahkan ada yang ke selatan termasuk keluarga Puruk (Purukan). Khususnya keluarga Purukan mereka ke kampung Lompat kenudia terpencar ke Pontak, Poopo dan Tawaang.
________________________________________
KAMPUNG TINOOR BARU
Pada tahun 1840 gunung Empung pecah. Namun orang - orang tidak lagi mengungsi. Karena pada waktu itu Opo Puruk sudah mendapatkan tempat baru dan baik untuk di tempati serta di jadikan kampung. Dan tempat itulah yang di jadikan kampung baru yaitu kampung Tinoor yang sekarang ini. Tinoor baru ini di sahkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1845.
________________________________________
MATA AIR LALALESAN DAN PASUWENGAN
Mata air Lalalesan dan Pasuwengen keduanya terletak di sebelah Selatan kampung Tinoor dua. Mengapa disebut Lalalesan dan Pasuwengen? Inilah ceriteranya.
Di suatu hari ada beberapa orang pergi menimba air namun mereka pulang dengan berlari ketakutan karena ada orang yang mau menangkap mereka. Apalagi bagi kaum perempuan. Diadakanlah penyelidikan oleh orang tua - tua dan ternyata memang benar. Maka bersatulah seluruh orang laki - laki untuk menjaga mata airnya. Waktu itu di bagian selatan mata air banyak ditumbuhui pohon pinang. Dikala semua orang laki - laki dalam kesiapan tinggi mereka melihat adanya orang asing yang datang kemudian "lumales" (memanjat) pohon pinang lalu bersembunyi di ujung pohon pinang. Yang memanjat pohon pinang itu kira - kira 10 orang sedangkan yang lainnya bersembunyi di bawah menunggu orang yang datang mengambil air.
Namun rakyat sudah di peringati oleh orang tua - tua kalau hari itu jangan ada orang yang pergi menimba air karena ada tanda yang tidak baik yang di dengar mereka melalui tanda burung manguni. Demikianlah maka orang laki - laki yang sudah siap itu dapat bebas bergerak sehingga dalam waktu singkat mereka dapat mengepung orang - orang asing itu. Maka terjadilah perkelahian yang hebat antara orang asing (penjahat) dengan orang laki - laki di kampung ini. Ternyata banyak orang asing itu yang korban sehingga ada yang berusaha menyelamatkan diri sungguh pun sudah luka parah. Yang melarikan diri sungguh pun sudah luka parah mereka membuka baju lalu meninggalkan baju mereka itu, demikianpun yang korban mati mereka tidak dapat membawanya. Setelah keadaan aman maka penduduk menguburkan orang yang mati dan mengumpulkan pakaian yang di tinggalakan. Pakaian yang di kumpul itu kemudian dibakar di dekat mata air yang disebut Pasuwengen.
Ini terjadi di antara tahun 1840 dan 1845.
Ò Lalalesan dari kata Lalesen artinya panjat.
Ò Pasuwengen dari kata Suweng artinya baunya pakaian yang penuh darah dibakar.
________________________________________
TINOOR DI MEKARKAN
Pada tahun 1985 tepatnya tanggal 22 Pebruari 1985, desa Tinoor dimekarkan menjadi dua desa yaitu desa Tinoor Satu dan desa Tinoor Dua dengan masing - masing punya pemerintahan sendiri. Hukum tua Tinoor Satu adalah bapak Simon P. Purukan sedangkan Hukum tua Tinoor Dua adalah bapak Yan A. Lalawi (pejabat).
________________________________________
GUNUNG LOKON MELETUS
Pada tanggal 28 Oktober 1991 pukul 09.30 gunung Lokon meletus dan menyemburkan abu kering dan batu kerikil, abu tebal menutupi tiga desa yaitu Tinoor Satu dan Dua, Kinilow dan Kakaskasen bagian utara.
Pada pukul 21.30 letusan menghebat sehingga rakyat menjadi gelisah sehingga ada masyarakat yang mulai mengungsi.
Pukul 22.00 pemerintah menganjurkan dan memerintahkan pengosongan desa. Berarti rakyat harus diungsikan. Dengan demikian maka rakyat Tinoor mulai diungsikan dengan dukungan kendaraan dari pemerintah daerah kemudian di tempatkan pada tempat pengungsian yaitu desa Pineleng. Disana rakyat di tempatkan di gedung BPG, sekolah - sekolah dan malah ada yang di rumah - rumah penduduk, gedung gereja. Ada pula yang langsung ke Kota Manado.
Pada tanggal 8 November 1991 seluruh rakyat Tinoor yang berada di pengungsian di kembalikan ke desa Tinoor Satu dan Tinoor Dua oleh pemerintah daerah.
________________________________________
T R A N S M I G R A S I
Akibat bencana gunung berapi Lokon pada tahun 1991, maka desa Tinoor Satu dan Dua di masukkan dalam rencana transmigrasi oleh pemerintah daerah Karen atermasuk dalam daerah bahaya satu.Rencana pentransmigrasian ini mulai di tindak lanjuti pada tahun 1992. Dan pada tahun 1993 di mulailah pelaksanaan Transmigrasi itu.
Tidak kurang dari Sembilan gelombang pemberangkatan ke tempat transmigrasi yang kemudian di kenal dengan Unit Pemukiman Transmigrasi Pusian - Ikarat. Selama kurun waktu bulan Januari sampai dengan Juni 1993. Pemberangkatan gelombang pertama pada tanggal 6 Januari 1993 dan terakhir gelombang ke Sembilan pada tanggal 26 Juni 1993. Jumlah keseluruhan rakyat Tinoor Satu dan Dua yang mengikuti transmigrasi ke daerah Bolaang Mongondow adalah sebanyak 250 Kepala Keluarga. Kemudian Unit Pemukiman Transmigrasi Pusian - Ikarat di jadikan desa definitive yaitu "Serasi".
________________________________________
DAFTAR NAMA PARA HUKUM TUA TINOOR
1. Samuel K. purukan / Tonaas
2. Dotu Purukan - Rundeng Purukan
3. Dotu Pangkey - Lumatauw Pangkey
4. Walean Parengkuan
5. Arnolus Warou
6. Gabriel Pangkey
7. Mailensun Rangian
8. Paul Parengkuan
9. Bastian Rambing
10. Efraim Tangkere
11. Rengkung
12. Yan Purukan - 1896
13. Bastian Rangian 1896 - 1899
14. Dirk Pangkey 1900 - 1925
15. Luther Mamangkey 1926 - 1929
16. George Toreh 1930 - 1931
17. Bertus Purukan 1931 - 1937
18. Frans Rindengan 1937 - 1942
19. Bertus Purukan 1942 - 1946
20. Elia Toreh 1947 - 1949
21. Andries Toreh 1950 - 1951
22. Arles Tileng 1951 - 1955
23. Eliezer Purukan 1956 - 1960
24. Andries C. Toreh 1960 - 1962
25. Paulus Lalawi 1962 - 1964
26. Hendrik Rapar 1964 - 1965
27. Andries S. Purukan 1965 - 1966
28. Yantje H. Assa 1967 - 1969
29. Willem J. Rindengan 1970 - 1981
30. Yan M. Purukan 1982 - 1983
31. Simon P. Purukan 1983 - 1989 (Tinoor I)
32. Adrian Lalawi 1985 - 1993 (Tinoor II)
33. Rundeng J. Purukan (Wkl) 1990 - 1991 (Tinoor II)
34. Herman Purukan (Wkl) 1992 - 1994 (Tinoor I)
35. Fredirk R. Pangkey 1993 - (Tinoor II)
36. Nicolaas Mamangkey 1994 - 2000 (Tinoor I)
37. Johny E. Toreh - 2007 (Tinoor I)
38. Jouke Purukan - 2007 (Tinoor II)
39. Ritha Pangkey 2007 - Sekarang (Tinoor I)
40. Deijte Tileng 2007 - Sekarang (Tinoor II)
Teken in op:
Plaas opmerkings (Atom)
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking