Woensdag 18 September 2013

KESETIAAN SEEKOR ANJING ( HACHIKO )


Kisah ini berdasarkan kisah nyata tentang seekor anjing bernama Hachiko. Kisah Hachiko sendiri sudah cukup lama. Dia lahir di tahun 1923 di sebuah perfektur bernama Akita. Lalu seorang profesor bernama Hidesaburo Ueno yang saat itu berusia 53 tahun memeliharanya. Di rumah keluarga Ueno yang berdekatan dengan Stasiun Shibuya inilah kisah Hachiko dimulai.

Saat Hachi mulai tumbuh besar sudah menjadi kebiasaan ketika Profesor Ueno berangkat bekerja, Hachi selalu mengantar kepergian tuannya hingga ke depan pintu Stasiun Shibuya. Di petang hari saat jam pulang kerja, Hachi kembali datang ke stasiun untuk menjemput dan menunggu kedatangan Profesor Ueno. Hal ini terjadi berulang-ulang setiap hari.

Pada 21 Mei 1925, seusai mengikuti rapat di kampus, Profesor Ueno mendadak meninggal dunia. Tetapi Hachi masih tidak mengerti kalau Profesor Ueno sudah meninggal. Setiap hari, sekitar jam kepulangan Profesor Ueno, Hachi terlihat duduk menunggu kepulangan majikannya di depan pintu Stasiun Shibuya. Tubuhnya pun mulai menjadi kurus dan tidak terurus. Beberapa kerabat Profesor Ueno beberapa kali menjemput dan mengambilnya, tetapi Hachi selalu kembali lagi ke Stasiun Shibuya menunggu kedatangan tuannya.

Pada tahun 1932, kisah Hachi menunggu majikan di stasiun mengundang perhatian Hirokichi Saito dari Asosiasi Pelestarian Anjing Jepang. Prihatin atas perlakuan kasar yang sering dialami Hachi di stasiun, Saito menulis kisah sedih tentang Hachi. Artikel tersebut dikirimkannya ke harian Tokyo Asahi Shimbun, dan dimuat dengan judul Itoshiya roken monogatari (“Kisah Anjing Tua yang Tercinta”). Publik Jepang akhirnya mengetahui tentang kesetiaan Hachi yang terus menunggu kepulangan majikan. Setelah Hachi menjadi terkenal, pegawai stasiun, pedagang, dan orang-orang di sekitar Stasiun Shibuya mulai menyayanginya. Sejak itu pula, akhiran “ko” (“sayang”) ditambahkan di belakang nama Hachi, dan orang memanggilnya “Hachiko”.

Sekitar tahun 1933, kenalan Saito, seorang pematung bernama Teru Ando tersentuh dengan kisah Hachiko. Ia ingin membuat patung untuk Hachiko. Patung perunggu Hachiko selesai dibuat dan diresmikan tahun 1934, diletakkan di depan Stasiun Shibuya

Selama 9 tahun lebih, setiap hari Hachiko muncul di stasiun Shibuya pada pukul 3 sore, saat dimana dia biasa menunggu kepulangan tuannya. Namun hari-hari itu adalah saat dirinya kecewa karena tuannya tidak kunjung datang. Sampai pada suatu pagi tanggal 8 Maret 1935, Hachiko, 13 tahun, ditemukan sudah tidak bernyawa di jalan dekat Jembatan Inari, Sungai Shibuya. Tempat tersebut berada di sisi lain Stasiun Shibuya dimana Hachiko biasanya tidak pernah pergi ke sana. Hachiko sudah mati. Kesetiaannya kepada sang tuannya pun terbawa sampai mati.

Warga yang mendengar kematian Hachiko segera berduyun-duyun ke stasiun Shibuya. Mereka umumnya sudah tahu cerita tentang kesetiaan anjing itu. Mereka ingin menghormati untuk yang terakhir kalinya. Upacara perpisahan dengan Hachiko dihadiri orang banyak di Stasiun Shibuya, termasuk janda almarhum Profesor Ueno, kerabat dekat, dan penduduk setempat. Biksu dari Myoyu-ji diundang untuk membacakan sutra. Upacara pemakaman Hachiko berlangsung seperti layaknya upacara pemakaman manusia. Hachiko dimakamkan di samping makam Profesor Ueno di Pemakaman Aoyama. Bagian luar tubuh Hachiko di offset, dan hingga kini dipamerkan di Museum of Nature and Science Tokyo.

Anjing luar biasa! agak sedikit mencengangkan bagi saya seekor anjing begitu setia menunggu kedatangan tuannya selama kurang lebih 9 tahun. Mencengangkan karena seekor anjing memiliki kesetian dan kecintaan yang begitu besar menunggu kedatangan tuannya selama hidupnya dengan ikhlas tanpa ada rasa pamrih. Sesuatu yang ditunjukan oleh binatang ciptaan Tuhan yang kadang dipandang hina oleh sebagian manusia, bahkan dijadikan bahan kata cacian yang kasar untuk menghina atau mencaci orang lain.


Sekarang saat dunia semakin padat dengan persaingan, kisah Hachiko mungkin bisa jadi renungan. Kesetiaan, saling menghormati dan keihklasan yang sekarang mulai jarang terlihat diantara manusia ternyata banyak ditunjukan oleh hewan yang ada disekitar kita, suatu bukti bahwa Tuhan masih sabar mengajarkan manusia melalui ciptaan-Nya untuk saling menghargai, menjunjung kesetiaan dan mengasihi sesamanya dengan penuh keikhlasan.

Dinsdag 18 Junie 2013

Lirik Lagu Daerah

*Si Patokaan
Sayang sayang, si patokaan
Matigo-tigo goro-kan sayang

Sako mangemo nan tanah jauh,
Mangemo mi lele lako sayang
Sako mangemo nan tanah jauh
Mangemo mi lele lako sayang

*Oh Minahasa
Oh minahasa kina toanku
Selari mae unateku
Melek ung kawangunanu
Ngaranu kendis wia nusanatara
Nuun cengkih pala wong kopra
Semateles malelowa
Dano toulour depowo numamu
Terbur lokon wo soputan
Mawes umbanhunu
O kina towanku minahasa
Sawisa mendo endo leos
Paleosane matuari

*O Ina Ni Keke
o ina ni keke, mangewi sako
mangewa ki wenang, tumeles baleko
o ina ni keke, mangewi sako
mangewa ki wenang, tumeles baleko
we ane, we ane, we ane toyo
daimo siapa kotare makiwe
we ane, we ane, we ane toyo
daimo siapa kotare makiwe

ADAT ISTIADAT

PERKAWINAN
Diawali dengan percakapan antara kerdua sejoli lalu pemuda melamar si pemudi dengan istilah sumaru ( menghadap ) orang tua dari pihak wanita.
Orang Tua si pria dengan kaum keluarganya mengunjungi keluarga wanita dan bermusyawarah, percakapan dengan kedua belah pihak keluarga dengan memakai juru bicara ( wakil dari keluarga ). Istilah tumuruk ( mengantar harta ) dan merencanakan tumulis dihadapan pemerintah desa untuk melaksanakan pengakuan bersama dari kedua calon suami isteri disaksikan oleh oeang tua sebelah menyebelah dilanjutkan dengan pelaksanaan pengumuman nikah di gereja sesuai dengan agama yang dianut oleh mereka dalam waktu satu atau dua minggu sesudah tulis nama.
Kemudian diadakan perhelatan/acara pesta diikuti dengan pemberkatan nikah. Sesudah acara di rumah mempelai wanita dilanjutkan dengan acara di rumah mempelai pria. Istilah hentar dimana pengentin wanita dijemput mempelai pria bersama orang tua dan kaum keluarga ke rumah mempelai pria untuk acara jamuan seperti yang dilaksanakan di rumah keluarga wanita, dan biasanya sehari sesudah di tempat wanita. Istilah sando diakhiri dengan keluarga, wanita menjemput alat-alat dapur yang sudah disediakan oleh kaum keluarga pengantin wanita yang biasa disebut dengan muwit im pe`in.
Minggu pertama sesudah perkawinan, kaum keluarga kedua belah pihak dari pengantin baru ikut bersama-sama keluarga yang baru untuk berbakti di rumah gereja atau orang pinabetengan biasa menyebutnya dengan balas gereja.

KEDUKAAN
Sebagai tanda bahwa ada yang meninggal dibunyikan tambur oleh Pemerintah Desa. Tetapi sesuai perkembangan sekarang ini maka bila ada yang meninggal akan disampaikan melalui pengeras suara di tiap dusun-dusun atau di tiap jaga-jaga dampai menjangkau ke seluruh masyarakat, dan juga dibunyikan lonceng Gereja.
Setelah diketahui ada yang meinggal, maka masyarakat segera berbondong-bondong menuju ke tempat kedukaan untuk menyaksikan/melihat dari dekat terutama para sanak saudara keluarga. Dan bersama anggota keluarga, masyarakat yang pergi ke tempat kedukaan langsung bergotong royong membuat bangsal (sabuah) bagi kaum lelaki dan bagi kaum wanita mempersiapkan tempat untuk membaringkan jenazah dan yang lainnya mempersiapkan konsumsi.
Keluarga yang sedang berduka memakai pakaian warna hitam dan khusus untuk wanitanya memakai ikat kepala yang warnanya putih atau hitam. Sebelum jenazah dikuburkan, pada malam harinya saat menjaga jenazah biasanya masyarakat berkumpul untuk menghibur keluarga yang berduka dengan acara kebaktian (ibadah) dilanjutkan dengan acara rekreasi hingga hari menjelang pagi (semalam suntuk).
Dalam hal upacara pemakaman awalnya dimulai dirumah keluarga yang berduka dengan serangkaian upacara religi/keagamaan (menurut agama kristen) kemudian dilanjutkan dengan ritual diladang pekuburan dengan serangkaian upacara keagamaannya. Upacara keagamaan ini diprakarsai oleh pemerintah dan pimpinan golongan agama di desa.
Seminggu sesudah peristiwa kematian, tepatnya hari minggu semua anggota kelurga yang ada hubungan saudara/famili dengan yang meninggal pergi beribadah di gereja sesuai dengan agama yang dianut oleh almarhum/ah yang disebut dengan istilah minggu pangasih (mingguan). Selanjutnya dilanjutkan dengan ibadah dirumah keluarga yang berduka yang dipimpin oleh Badan Kerja Sama Umat Beragama (BKSAUA). Pada acara tersebut diisi oleh rukun-rukun dalam membantu keluarga yang berduka berbentuk dana sosial (mapalus uang) dan peranan pemerintah dalam soal sosial duka diperankan oleh kepala urusan kesejahteraan rakyat (Kaur Kesra).

MENDIRIKAN RUMAH
Sebelum sebuah rumah didirikan, terlebih dahulu dilakukan satu acara ritual tumotol atau peletakan batu pertama sebagai tanda atau dasar akan dibangunnya sebuah rumah.
Setelah rumah tersebut selesai dibangun, maka dilaksanakanlah sebuah acara syukuran naik rumah baru atau dalam masyarakat Pinabetengan dikenal dengan istilah sumolo dan rumambak. Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan sumembong (saling bantu/tolong menolong).

MAPALUS
Kebiasaan ini adalah satu kegiatan dalam hal tolong menolong untuk mengerjakan suatu pekerjaan seperti dalam pertanian dan pekerjaan lainya contoh: untuk pertanian mulai dari memetik hasil tani hingga mengeluarkan hasil panen dari kebun/sawah ke rumah. Dan untuk pekerjaan lain seperti memindahkan rumah (ada kalanya rumah diangkat dan dipindahkan tanpa dibongkar khususnya jenis rumah dengan bahan baku dari bambu/kayu) itu dilakukan hingga selesai dan itu semua akan diakhiri dengan syukuran keluarga yang berbentuk ramah tamah.

Maandag 17 Junie 2013

AGAMA DAN KEPERCAYAAN TRADISIONAL



AGAMA
Agama yang dianut oleh masyarakat Pinabetengan adalah agama yang diakui oleh Pemerintah Negara Indonesia :

  1. Agama Kristen Protestan.GMIM ( Gereja Masehi Injili di Minahasa )
    KGPM ( Kerapatan Gereja Protestan Minahasa )
    GSJA ( Gereja Sidang Jemaat Allah )
    GPDI ( Gereja Pantekosta di Indonesia )
    GMAHK ( Gereja Masehi Advent Hari Ke-Tujuh )
  2. Agama Kristen Katolik
KEPERCAYAAN

Kepercayaan terhadap roh orang yang sudah mati (mistis) animisme, tetapi sekarang ini sudah tidak ada lagi. Dan kalau menurut tua-tua desa ada beberapa kepercayaan yang dulunya pernah di anut oleh orang Pinabetengan, dimana mereka pecaya bahwa:
  • Bersin untuk orang yang akan melakukan perjalanan kalau ada yang bersin dari belakang itu menandakan ada sesuatu yang kurang baik, kalau bersin dari muka itu menandakan harus cepat melangkah.
  • Bunyi burung pada waktu malam.
  • Bunyi burung manguni sebanyak sembilan kali yang bernada tetap `kik` pertanda baik, tetapi kalau bunyi satu kali `kik` dimuka pertanda ada bahaya.
  • Bunyi burung Kokosit (burung hantu) yang nadanya `sit` menandakan ada pencuri, dan bila bunyi biasa-biasa saja pertanda akan turun hujan.
  • Bunyi burung kokow yang lewat di tengah kampung, menandakan ada tokoh masyarakay desa yang menunggal.
  • Bunyi ayam jantan berkokok pada waktu malam menandakan ada orang sakit yang meninggal.
  • Bunyi ayam betina berkokok pada waktu malam menandakan ada pencuri atau ada yang menderita sakit payah.
Semua bentuk kepercayaan yang tersebut diatas pada saat sekarang ini sudah ditinggalkan dengan adanya pembinaan dari pihak gereja dan pendidikan.

Donderdag 06 Junie 2013

Fam Marga Orang Manado

Arti Fam Orang Minahasa
Buat orang Tondano, dalam hal ini suku besar Minahasa, fam (family-name)
mewakili jati diri, citra, dan bahkan martabat serta harga diri. Fam
diturunkan berdasarkan garis keturunan orang tua laki-laki (patrilinial) dan
wajib digunakan sebagai harkat serta lambang sebagai generasi penerus
keluarga.
Setelah menikah, fam dari laki-laki akan menjadi nama keluarga. Seorang
istri wajib menyandang fam dari suaminya didepan fam-nya sendiri.
Anak-anakpun wajib menyandang fam dari ayah. Dan sekali lagi, keluarga wajib
menjunjung tinggi martabat dari fam yang disandangnya.
Buat orang Minahasa, fam sangat dijunjung tinggi. Sayangnya, banyak generasi
sekarang yang tak mengerti asal usul fam di daerahnya, bahkan fam sendiri
kadang tidak tau artinya.
Fam yang dipakai turun temurun saat ini berasal dari nama nenek moyang orang
MInahasa. Nama-nama itu biasanya mencerminkan pekerjaan, sifat, tempat
tinggal, atau usaha dari pemilik nama pertama itu.
Berikut rangkuman oleh seorang sosiolog asal Manado, FS Watuseke.
Dalam bahasa Minahasa terutama dimana dalam bahasa sehari-hari Melayu Manado
“nama keluarga” disebut Fam. Dimana kata ini sebenarnya berasal dari bahasa
Belanda van yang kemudian setelah melalui beberapa proses disebut sebagai
Fam.
Penggunaan fam tersebut dilakukan sekitar awal abad 19 di negeri
Belanda. Waktu itu rakyatnya diwajibkan mempunyai Fam. Sebelumnya memang
sudah punya Fam akan tetapi belum menyeluruh.
Demikian pula yang berlangsung di Minahasa kira-kira pada abad 19.
Sebelumnya memang ada orang yang memakainya , tetapi belum menyeluruh.
Seperti halnya Bastian Saway, Fam tersebut ada sejak akhir abad ke 17. Pedro
Ranty abad 18 dan kemudian awal abad ke 19 terdapat nama Fam seperti Matinus
Dotulong (akhir abad 18, Hendrik Dotulong, Frederik Lumingkewas, Abraham
Lotulong, dlll).
Pada tahun 1831 tibalah di Minahasa dua orang penginjil Protestan JF
Riedel dan JF Schwarz di Langowan. Mereka sebagai penginjil dan mengabarkan
injil sekaligus membaptis anggota baru yang masuk kristen. Pada waktu itu
setiap orang dipermandikan mendapat sebuah nama Alkitab atau nama Eropa,
seperti Daniel, Jan, Piet, Frans dan lainnya. Pada saat pembaptisan orang
tersebut diberi sebuah nama Fam, nama keluarga.
Biasanya nama tersebut nama ayah (nama satu-satunya yang dipakai) yang
disusul dengan nama baptis atau Fam. Disamping nama ayah, nama tersebut juga
diambil dari nama nenek pria. Biasanya nama ayah atau nenek pria itu adalah
nama asli Minahasa, seperti Watuseke, Sarapung, Korengkeng, Turang, Sondakh
dan lainnya. Nama baptis tersebut dijadikan nama panggilan yang diambil dari
nama-nama di Alkitab atau dari negeri Eropa barat terutama dari Belanda.
Karena itulah setiap orang Minahasa bernama panggilan atau nama sehari-hari
dari Alkitab dan Belanda.
Berdasarkan data tersebut, nama orang Minahasa atau Fam sekarang
diambil dari nama panggilan setiap orang pria. Sedangkan nama wanita tidak
diturunkan sehingga dilupakan oleh sebagian orang.
Dengan hanya mengenal nama panggilan satu-satunya, tentu ada nama
pengenal jika nama itu dipakai beberapa orang. Hal itu dibedakan dengan
adanya sikap, cacat, atau tanda sesuatu pada orang yang kita maksud. Seperti
Wanta Kento jika ia pincang, Wilem Todeo Kokong (Wilem berkepala lonjong),
Min Pirop (min bermata buta) dan lainnya.
Ada nama-nama yang menyatakan sifat dari orang yang dimasud, seperti ia
seorang pemberani dinamai Mamauaya dari kata wuaya atau berani. Mama’it atau
Ma’it orang yang selalu memasak agak kebanyakan garam. Oki atau kecil adalah
orang selalu mengecilkan sesuatu dan sebagainya.
Masih banyak nama-nama yang mengikuti sifat, kepribadian, tempat
tinggal, pekerjaan, perjuangan dan lainnya. Kesemua ini pada akhirnya
dipergunakan oleh orang Minahasa walaupun dia berada di luar daerah. Fam
tersebut khususnya mengikuti garis keturunan orang tua laki-laki.
Sebagai contoh, karena pekerjaannya selalu menebang pohon, disebut
Pele. Sesuai tempat tinggal, dimana daerahnya selalu terjadi kebakaran
karena adanya kilat dipanggil Pongilatan. Kalau dia tinggal pada suatu bukit
atau gunung ia disebut Wuntu. Kalau dia mau naik bukit atau gunung disebut
Mawuntu. Suatu tempat yang bersifat serong atau miring dikatakan Kawilaran.
Kalau menerka disebut Tumeleap. Tempat dimana sering dicungkil tanahnya
dengan sebuah tongkat disebut Tu’ila dan pemiliknya dinamai demikian.
Sedangkan pekerjaannya sering memotong dengan sebuah parang disebut
Sumanti. Di dalam bahasa Tombulu kata ini mengandung arti lain, yaitu batu
pujaan. Dalam bahasa Tondano disebut Panimbe. Ranting-ranting kering yang
disebut Rankang dipergunakan untuk merintangi tempat jalan.
Daftar fam orang Minahasa/Manado

A

Abutan - Adam - Agou - Agow - Akai - Akil -Aling - Alow - Alui - Amoi - Ampow - Andinata - Andu - Anes - Angkouw/Angkuw - Angow - Anis - Antou - Aray - Arina - Aruperes - Assa - Atuy - Awondatu - Awui/Awuy - Arikalang

B

Badar - Bangkang - Barahamin - Batas - Bella - Belung - Besouw - Bokau - Bokong - Bolang - Bolung - Bororing - Botto - Botu - Boyoh - Buyung

C

Canon - Coloay - Cornelez - Ciwulusan

D

Damongilala - Damopoli - Damopoli'i -Dalos - Danes - Dapu - Datu - Datumbanua - Dayoh - Dededaka - Deeng - Dendeng - Dengah - Dewat - Dien - Dimpudus - Dipan - Dirk - Dissa - Dodu - Dollo - Dolot - Dompis - Dompas - Dompasa - Dondo - Dondokambey - Donsu - Doodoh - Dopong - Doringin - Dotulong - Dumais - Dumanauw - Dumbi - Dungus - Durand - Dusaw

E

Egam - Egetan - Ekel - Elean - Eman - Emon - Emor - Endei - Engka - Engko - Engelen - Enoch - Ering - Erungan - Egeten

F

Frederick - Frans

G

Gerungan - Golung - Goni - Goniwala - Gonta - Gontung - Gosal - Gumalag - Gumansalangi - Gumansing - Gumion - Gundong

H

Hermanus

I

Ilat - Imbar - Inarai/Inaray - Inkiriwang - Inolatan - Intama - Item - Iroth - Imbang

J

Jakob - Joseph

K

Kaat - Kaawoan - Kaendo - Kaeng - Kaes - Kainde - Kairupan - Kalalo - Kalangi - Kalempou - Kalempouw - Kalengkongan - Kalesaran - Kalici - Kaligis - Kalitow - Kaloh - Kalonta - Kalumata - Kamagi - Kambey - Kambong - Kandio - Kandou - Kanter - Kandouw - Kapahang - Kapantouw - Kaparang - Kapele - Kapero - Kapoh - Kapoyos - Kapugu - Karamoy - Karau - Karauwan - Karouw - Karinda - Karisoh - Karuh - Karundeng - Karuntu - Karuyan - Karwur - Kasenda - Katopo - Katuuk - Kaumpungan - Kaunang - Kawatu - Kawengian - Kawilarang - Kawohan - Kawulusan - Kawung - Kawuwung - Keincem - Keintjem - Kekung - Kelah - Keles - Kelung - Kembal - Kembau - Kembuan - Kemur - Kenap - Kepel - Keraf - Kereh - Kesek - Kewas - Khodong - Kilapong - Kimbal - Kindangen - Kirangen - Kiroh - Kiroiyan - Koapaha - Kodongan - Kodoatie - Koessoy - Kojongian - Koleangan - Kolibu - Kolinug - Koloay - Kolompoy - Kolondam - Kolonio - Koly - Komaling - Komalig - Komansilan - Kombaitan - Komimbin - Kondoi - Kontu - Kontul - Kopalit - Kopitoy - Koraah - Korah - Korengkeng - Korinus - Korompis - Koropitan - Korouw - Korua - Kotambunan - Kountud - Kourow - Kowaas - Kowonbon - Kowu - Kowulur - Koyansouw - Kuhu - Kulit - Kullit - Kumaat - Kumaunang - Kumayas - Kumendong - Kumolontang - Kumontoy - Kupon - Kusen - Kusoi - Karaeng - Komambong - Kukus - Kaseger - Kondolia - Kotel - Kasenda - Kasombang- Kumaseh - Kawet

L

Lala - Lalamentik - Laloan - Lalowang - Laloh - Lalu - Lalujan - Lambogia -Lamia - Lampah - Lampus - Lanes - Langelo - Langelo - Langi - Langitan - Langkai - Languyu - Lantang - Lantu - Laoh - Lapian - Lapong - Lasut - Lefrand - Legi - Legoh - Lekes - Lelemboto - Lelengboto - Lembong - Lempash - Lempou - Lempoy -Lenak- Lengkey - Lendeng - Lengkoan - Lengkong - Lensun - Leong - Lepar - Lesar - Lewu - Liando - Limbat - Limbong - Loindong - Lomboto - Limpele - Lintjewas - Lintang - Lintong - Liogu - Litow - Liotohe - Liow - Liu - Liwe - Loho - Loing - Loloang - Lolombulan - Lolong - Lolowang - Lomboan - Lompoliu - Lonan - Londa - Londok - Longdong - Long Dong - Londong - Lonta - Lontaan - Lontah - Lontoh - Losung - Lotulung - Lowai - Lowing - Ludong - Lumanau - Lumangkun - Lumantow - Lumatau - Lumbuun - Lumempouw - Lumenta - Lumentut - Lumi - Lumingas - Lumingkewas - Lumintang - Luminuut - Lumoindong - Lumondong - Lumongdong - Lumowa - Lumunon - Luntungan - Lutulung - Lakoy - Losu - Langow- Lohonauman- Kumambow

M

Macawalang - Magonta -Maengkom - Maengkong - Makaampoh - Maidangkay - Mailangkay - Mailoor - Maindoka - Mainsouw - Mait - Makadada - Makal - Makalew - Makaliwe - Makangares - Makaoron - Makarawis - Makaruwung - Makatuuk - Makawalang - Makawulur - Makiolol - Makisanti - Maleke - Malingkas - Maliangkay - Malonda - Mamahit - Mamangkey - Mamantouw - Mamanua - Mamarimbing - Mamba - Mambo - Mambu - Mamengko - Mamentu - Mamesah - Mamitoho - Mamoto - Mamuaya - Mamuntu - Mamusung - Manampiring - Manangkod - Manapa - Manarisip - Manaroinsong - Manayang - Mandagi - Mandang - Mandey - Manese - Manengkei - Mangare - Mangempis - Mangindaan - Mangkey - Mangowal - Mangundap - Manimporok - Maningkas - Manopo - Manorek - Mantik - Mantiri - Mantoauw - Manua - Manueke - Manurip - Manus - Mapaliey - Maramis - Marentek - Maringka - Masael - Masinambau - Masing - Masiruw - Masoko - Massie - Matheos - Matindas - Maukar - Mawei - Maweru - Mawikere - Mawicere - Mawuntu - Mekel - Mema - Mende - Mendur - Mengko - Mentang - Mentu - Meray - Mesak - Mewengkang - Mewoh - Midas - Mince - Mincelungan - Minder - Mingkid - Mioyo - Mogigir - Mogot - Mokalu - Momongan - Momor - Momuat - Monangin - Mondigir - Mondong - Mondoringin - Mondou - Mogi - Mongi - Mongilala - Monginsidi - Mongkaren - Mongkau - Mongkol - Mongula - Moniaga - Moninca - Moningka - Moningkey - Moniung - Moniyong Mononimbar - Mononutu - Montolalu - Montong - Montung - Morong - Motto - Muaja - Muaya - Mudeng - Muke - Mukuan - Mumek - Mumu - Munaiseche - Mundung - Muntu - Muntuan - Muntuuntu - Musak - Musu - Mogonta - Mawey - Manese - Makaliwe

N

Nangka - Nangon - Nangoy - Naray - Nayoan - Nelwan - Nender - Ngala - Ngangi - Ngantung - Ngayouw - Ngenget - Ngion - None-Nongka

O

Ogi - Ogot - Ogotan - Oleng - Oley - Ombeng - Ombu - Ompi - Ondang - Onibala - Onsu - Opit - Orah - Oroh - Otay

P

Paat - Pai - Paila - Pajow - Pakasi - Palangiten - Palar - Palenewen - Palenteng - Palilingan - Palit - Pamaruntuan - Panambunan - Panda - Pandean - Pandeiroth - Pandeiroot - Pandelaki - Pandey - Pandi - Pandong - Pangalila - Pangkahila - Pangau - Pangemanan - Pangila - Pangkerego - Pangkey - Pangkong- Pantonuwu - Pantou - Pantouw - Pantow - Parapak - Parengkuan - Parera - Paruntu - Paseki - Pasla - Pasumiin - Pateh - Pauner - Paulus - Peleh - Pelenkahu - Pelengkahu - Pelleng - Pendang - Pepah - Pesik - Pesot - Piay - Pinangkaan - Pinantik - Pinaria - Pinontoan - Pioh - Piri - Pitong - Pitoy - Podung - Pogalin - Pola -polakitan- Poli - Polii - Polimpong - Politon - Poluakan - Pomantouw - Pomantow - Pomohon - Ponamon - Pondaag - Pondaaga - Pongayouw - Ponggawa - Pongilatan - Pongoh - Ponosingon - Pontoan - Pontoan - Ponto - Pontoh - Pontororing - Porayow - Poraweouw - Porayouw - Porajow - Porong - Posumah - Potu - Poyouw - Pratasik - Pua - Pungus - Punuh - Purasa - Purukan - Pusung - Putong - Putang - Pangerapan

R

Raintung - Rakian - Rambi - Rambing - Rambitan - Rampangilei - Rampen - Rampengan - Rampi - Ransun - Ransingin - Ranti - Rantung - Raranta - Rares - Rarun - Rasu - Ratag - Rattu - Ratulangi - Ratuliu - Ratumbuisang - Raturandang - Ratuwalangaouw - Ratuwalangon - Ratuwandang - Rau - Ruata - Rawung - Regar - Rei - Rembang - Rembet - Rempas - Rende - Rengku - Rengkuan - Rengkung - Repi - Retor - Rimper - Rimporok - Rindengan - Rindorindo - Robot - Roeroe - Rogahang - Rogi - Rolangon - Rolos - Rombang - Rombot - Rompas - Rompis - Rondo - Rondonuwu - Rooro - Ropa - Rori - Roringkon - Rorie - Rorimpandey atau Roringpandey - Roring - Rorintulus - Rorong - Rory - Rosok - Rotikan - Rotinsulu - Rotty -Rottie - Roway - Ruaw - Ruidengan - Rumagit - Rumambi - Rumampen - Rumampuk - Rumangkang - Rumangun -Rumansi - Rumayar - Rumate - Rumbay - Rumbayan - Rumende - Rumengan - Rumenser - Rumetor - Rumimpunu - Rumincap - Rumokoy - Rumondor - Rumpesak - Rungkat - Runtu - Runtukahu - Runturambi - Runtuwailan - Runtuwene - Runtuwarouw - Ruru - Roeroe - Rurugala - Regoh - Ratumbanua - Runtulalo

S

Saroinsong - Sabar - Saerang - Sampel - Sahelangi - Sahensolar - Sakul - Salangka - Salem - Salendu - Sambouw - Sambow - Sambuaga - Sambul - Sambur - Samola - Sampouw - Sangari - Sanger - Sangeroki - Sanggor - Sangkaeng - Sangkoy - Sangkal - Sarapung - Saraun - Sarayar - Sariowan - Sarundajang - Saul - Saweho - Schalwyk - Seke - Seko - Sembel - Sembung - Semeke - Senduk - Sendow - Senewe - Sengke - Sengkey - Senouw - Sepang - Sethaan - Setlight - Sewow - Sigar - Sigarlaki - Simbar - Simbawa - Sinaulan - Sinatrya - Singal - Sinjal - Sinombor - Singkoh - Sinolungan - Sirang - Siwu - Siwy - Solang - Solambela - Somba - Sompi - Sompotan - Sondakh - Soputan - Soriton - Sorongan - Spaer - Suak - Sualang - Suatan - Sumaiku - Sumakud - Sumakul - Sumampouw - Sumangkud - Sumanti - Sumarab - Sumarandak - Sumarauw -Sumayow - Sumele - Sumendap - Sumesei - Sumilat - Sumlang - Sumolang - Sumual - Sumuan - Sundah - Sungkudon - Suot - Supit - Surentu - Suwu - Saren-Sumerah-Sagai-Sumangando

T

Taas - Tairas - Tabiman - Talumepa - Talumewo - Talumantak - Tamaka - Tampongagoy - Tambahani - Tambalean - Tambani - Tambarici - Tamara - Tambariki - Tambayong atau Tambajong - Tambengi - Tambingon - Tamboto - Tambuntuan - Tamburian - Tambuwun - Tamon - Tampa - Tampanatu - Tampanguma - Tampemawa - Tampenawas - Tampi -Tampilang - Tampinongkol - Tangkuman - Tandayu - Tangka - Tangkere - TatendangTangkow - Tangkudung - Tangkilisan - Tangkulung - Tangon - Tanod - Tanor - Tanos - Tarandung - Taroreh - Tarumingi - Tarumingkeng - Tatilu - Tatontos - Taulu - Tawas - Tenda - Tendean - Tengges - Tenggor - Tengker - Terok - Tetengean - Teteregoh atau Teterego - Tewal -Thomas - Thuda - Tidayoh - Tirajoh - Tirayoh - Tiendas - Tijow - Tikoalu atau Ticoalu - Tikonuwu - Tilaar - Timbuleng - Timpal - Timporog - Tinangon - Tinamberan - Tindengen - Tinggogoy - Tintingon - Tirayoh - Tiwa - Tiwon - Tiwow - Toalu - Toar - Todar - Togas -Tolandang- Tololiu- tolukun - Tombeng - Tombokan - Tompodung - Tompunu - Tongkotow - Tongkeles - Tooi - Torar - Toreh - Torek - Tontey - Towo - Tuda - Tuegeh - Tuela - Tuera - Tuerah - Tuilan - Tulandi - Tulaar - Tulenan - Tulung - Tulus - Tulusan - Tumanduk - Tumangkeng - Tumatar - Tumbei - Tumbel - Tumbelaka - Tumbol - Tumbuan - Tumembouw - Tumengkol - Tumewu - Tumilaar - Tumilesar - Tumimomor - Tumion - Tumiwa - Tumiwang - Tumober - Tumondo - Tumonggor - Tumundo - Tumurang - Tumuyu - Tunas - Tundalangi - Tungka - Turang - Turangan - Tuuk - Tuwaidan - Tuwo - Tuyu - Tuyuwale - Tulangouw - Tombey - Terry-tu - Tumilantow - Tumilantou- Tampatty - Tangkau

U

Uguy - Ukus - Ulaan - Umbas - Umboh - Umpel - Undap - Unsulangi - Untu - Unu - Ulus - Uway - Tangkau

V

Voerman - Voges - van Duim - van Diest

W

Waani - Wagei - Wagey - Wagiu - Waha - Wahani - Wahon - Watania - Wakari - Wala - Walalangi - Walanda - Walandouw - Walangitan - Walean - Walebangko - Walensendow - Walewangko - Walelang - Waleleng - Walian - Walintukan - Walukow - Waluyan - Warouw - Wanei - Wangania - Wangkar - Wangke - Wangko - Wantah - Wantalangi - Wantania - Wantasen - Warankiran - Wariki - Watah - Watti - Watugigir - Watulangkouw - Watuna - Watung - Watupongoh - Waturandang - Watuseke - Wauran - Wawoh - Wawointama - Wawolangi - Wawolumaya - Waworuntu - Woruntu - Wayong - Wehantouw - Weku - Welan - Weley - Welong - Wenas - Wensen - Wenur - Weol - Wetik - Wewengkang - Wilar - Winerungan - Winokan - Woimbon - Wokas - Wola (Wollah) - Wondal - Wongkar - Wonok - Wontas - Wonte - Wooy - Worang - Worotikan - Wotulo - Wowilang - Wowiling - Wowor - Wuaten - Wuisan - Wuisang - Wulung - Wulur - Wungkana - Wungow - Wuntu - Wurangian - Wuwung