Dinsdag 07 Mei 2013

Cerita Legenda Pingkan Matindas


Cerita itu sendiri berrmula dari suatu daerah bernama Mandolang (kemungkinan antara Tanawangko dan Manado, sekarang), sekitar abad ke 16
Di daerah itu ada seorang gadis yang sangat cantik parasnya, yang bernama Pingkan Mogogunoi Lumeno. Disamping sangat cantik, Pingkan juga terkenal cerdas dan baik hati, sehingga banyak lelaki (tuama) yang tergila-gila kepadanya.
Namun sayang seribu sayang, diusianya yang masih tergolong remaja, Pingkan jatuh sakit. Sakit yang diderita Pingkan pada saat itu adalah penyakit yang sulit diobati. Tentunya hal ini membuat orang tuanya kebingungan dan panik.
Adalah seorang pemuda gagah dari Rano i Tolang yang datang ke rumah Pingkan untuk mengobatinya. Dengan penampilan yang gagah dan meyakinkan, pemuda itu mulai mengobati Pingkan. Keraguan orang tua Pingkan atas kesembuhan anak mereka, berangsur hilang. Pemuda itu tidak lain selain Makaware Matindas .
Alhasil, seiring waktu berjalan maka, sembuhlah Pingkan dari sakitnya. Dan karena jasa Makaware Matindas itulah maka, kedua orang tua Pingkan menyetujui hubungan mereka dan mereka berdupun saling jatuh cinta hingga akhirnya menikah.
Pekerjaan Matindas adalah nelayan dan juga Petani sehingga karena pekerjaannya itu dia sering pergi meninggalkan Pingkan istrinya untuk mencari ikan bersama teman-temannya di laut. Matindas adalah sosok laki-laki yang baik, rajin, pandai, setia dan bertanggung jawab. Namun, Matindas merasa kesulitan untuk berpisah lama dengan istrinya. Dia tidak tahan meninggalkan Pingkan istrinya yang cantik itu di rumah.
Karena kepandaiannyalah maka dibuatnya patung yang sama persis dengan istrinya. Manakala Matindas pergi melaut maka, patung itupun dibawa serta sebagai pengganti sosok istrinya.
Patung yang dibuat Matindas itu akhirnya hilang pada waktu dia melaut. Saat itu ombak besar menghantam perahu Matindas sehingga dia tidak sempat menyelamatkan patung itu. Patung yang terbuat dari kayu itu ditemukan di pesisir pantai oleh Prajurit/Anak Buah Raja Mongondow.
Karena keunikan dan sudah pasti kecantikan dari patung tersebut maka, oleh Prajurit Mongondow, patung itu diserahkan kepada RajaMongondow yang konon waktu itu adalah Kolano Dodi Mokoagow yang memerintah Mongondow dari tahun 1560 - 1600.
Raja sangat terpesona dengan kecantikan petung Pingkan itu dan ingin mempersuntingnya. Kemudian Raja membentuk "Tim Pencari Fakta" untuk mennyelidiki siapakah gadis pemilik wajah cantik seperti pada patung itu. Maka kabar itupun tersiar di seantero negeri, hingga sampai ke telinga Pingkan dan Matindas. Mereka kemudian menyingkir dari kejaran sang Kolano Mokoagow hingga tiba di Kema, daerah Walak Tounsea.
Di Kema inilah Kolano Mokoagow akhirnya bertemu dengan Pingkan, dan langsung melamarnya. Namun Pingkan mengajukan syarat yaitu;
1. Memanjat pohon Pinang dengan mengenakan pakaian rakyat biasa,
2.Memakan buah pinang. Kolano Mokoagow menyanggupi permintaan Pingkan. Dengan tanpa curiga Kolano Mokoagow mulai memanjat pohon Pinang.
Matindas kemudian keluar dari balik persembunyiannya dan mengenakan baju yang ditanggalkan Kolano Mokoagow. Matindas langsung memberi perintah kepada prajurit mongondow untuk menangkap orang yang sedang memanjat pohon Pinang itu. Dengan kecerdikan dari Pingkan dan Matindas maka Kolano Dodi Mokoagow mati di tangan prajuritnya sendiri.
Demikianlah bangsa Mongondow menaruh dendam terhadap bangsa Malesung sampai terjadi perang antara kedua bangsa ini sampai pada akhir tahun 1600-an.
Inilah cerita Pingkan Matindas, terlepas dari beragam versi cerita tersebut namun, sejarah harus kita tuturkan demi mereka yang kelak lahir sesudah kita.

1 opmerking:

  1. Faktanya, tidak ada Raja Bolaang Mongondow bernama Kolano Dodi Mokoagow. Apalagi disebut pada artikel di atas memerintah pada tahun 1560 - 1600. Sebab yang memerintah pada tahun itu adalah Punu Mokodompit. Tidak ada nama Kolano Dodi Mokoagow tercatat sebagai Raja Bolaang Mongondow.

    Berikut susunan Raja-raja Bolaang Mongondow :

    1) 1400 – 1460: Punu` Mokodoludut
    2) 1460 – 1480: Punu` YayuBangkai
    3) 1480 – 1510: Punu` Damopolii
    4) 1510 – 1540: Punu` Busisi
    5) 1560 – 1600: Punu` Mokodompit
    6) 1600 – 1650: Punu` Tadohe
    7) 1653 – 1694: Raja Loloda Mokoagow atau Datu Binangkang
    8) 1694 – 1695: Raja Yakobus Manoppo
    9) 1695 – 1731: Raja Fransiscus Manoppo
    10) 1735 – 1748 dan 1756 – 1764: Raja Salomon Manoppo
    11) 1764 – 1767: Raja Eugenius Manoppo
    12) 1767 – 1770: Raja Christofeel Manoppo
    13) 1770 – 1773: Raja Markus Manoppo
    14) 1773 – 1779: Raja Manuel Manoppo
    15) 1825 – 1829: Raja Cornelius Manoppo
    16) 1829 – 1833: Raja Ismail Cornelis Manoppo
    17) 1833 – 1858: Raja Yakobus Manuel Manoppo
    18) 1858 – 1862: Raja Adreanus Cornelis Manoppo
    19) 1862: Raja Yohanes Manuel Manoppo
    20) 1886 – 1893: Raja Abraham Sugeha atau Datu Pinonigad
    21) 1893 – 1901: Raja Riedl Manuel Manoppo
    22) 1901 – 1928: Raja Datu Cornelius Manoppo
    23) 1928 – 1938: Raja Laurens Cornelius Manoppo
    24) 1947 – 1950: Raja Henny Yusuf Cornellius Manoppo

    AntwoordVee uit